Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 30 Juli 2016



Sabtu, 30 Juli 2016

Sabtu sore di Malang diguyur hujan. Suasana kali ini sangat teduh, duduk di samping pintu rumah yang dibiarkan terbuka sehingga semilir angin kurasakan menyentuh kulitku secara langsung, dengan ditemani secangkir sirup cocopandan dan sepasang headset yang menempel di telinga. Laptop ASUS putih berada di pangkuanku dengan playlist lagu-lagu terbaru Anji. Jemari-jemari ini dengan lincahnya menari di atas keyboard laptop, melanjutkan satu tulisan yang tidak kelar-kelar, karena memang akhir-akhir ini pikiran tidak dapat bersahabat. Perfect timing, ditemani suasana kota Malang yang dingin dan selalu kurindukan akhirnya tulisan ah tidak lebih cocoknya artikel dapat terselesaikan meskipun aku masih ragu mengatakan 100% sempurna dengan ending yang sedikit twist. Beberapa anggota keluarga berjalan di depanku dan menanyakan hal yang sama berulang kali,
“Ngapain Rin?”, lalu mendongakkan kepala ke layar laptopku. Aku hanya menjawabnya dengan mengeluarkan tawa khasku yang garing “he-he.”.
Mereka sibuk dengan pekerjaan mereka, ada yang menonton tv, menjahit dan sekedar duduk-duduk. Ya seperti itulah keseharian di rumahku. Aku mengalihkan pandanganku, mencoba melihat ke luar rumah, tepatnya ke arah kayu yang digantung untuk jemuran. Tiba-tiba aku mendapatkan sebuah pencerahan untuk menyempurnakan tulisanku. Akan tetapi aku terdiam sebentar, lalu mengambil minuman di sampingku dan meneguknya. “Pencerahan datang bersama dengan kekecewaan.”
Salah satu aplikasi notes di handphone android, yang dapat diisi dengan segala macam catatan, gagasan ataupun ide. Aku pernah memilikinya dan hampir semua tulisan kasar atau ide-ide yang seketika muncul dibenak kutuang di notes tersebut. Mudah, cepat dan murah dibandingkan dengan notes yang ditulis menggunakan pena.
Aku masih ingat betul di dalam notes tersebut ada satu catatan dengan judul, “perspektif.”, sengaja tidak kugolongkon ke dalam kategori manapun agar dapat diinput ke dalam tulisanku yang belum sempurna dengan cepat. Terpaksa aku tidak melanjutkan tulisanku lagi. Ya, aku malas untuk mengingat setiap detail yang kutulis dalam catatan“perspektif” tersebut. Tapi bagaimanapun juga, tidak dapat kupungkiri bahwa aku merindukannya,
semua catatan,
semua kenangan,
betapa aku sangat merindukannya,
Xiaomi Redmi Note
yang telah berpindah kepemilikan secara paksa
dan tidak kusadari
semua hilang dalam sekejap

Jumat, 22 Juli 2016

[Flashfiction] I Took A Pill In Ibiza : Candu yang Menggantung


I Took A Pill In Ibiza : Candu yang Menggantung
Oleh Peres Sar Arin

P.S : Agar bisa lebih mendalami kisahnya alangkah baik jika diiringi dengan lagu I Took A Pill In Ibiza oleh Mike Posner (link tersedia di bawah). Terima kasih

Malam terasa sangat panjang dan aku masih berdiri di sini. Festival Musik, dimana semua penyanyi berkumpul, meneriakkan apa yang ada di dalam pikiran mereka, mendapatkan perhatian dan berlomba-lomba untuk memperoleh suara. Bagiku suara saja tidak cukup, mereka butuh kedua kaki untuk berdiri di atas panggung dengan sangat kuat. Tidak peduli apa yang sedang mereka alami saat ini, mereka hanya perlu bernyanyi. Dan parahnya lagi adalah menghibur para penonton yang bahkan kita saja tidak mengetahui apa yang sedang mereka rasakan. Aku akui mereka yang berdiri di atas panggung adalah penyanyi terhebat dengan gaya mereka sendiri. Ya, dan aku tak mampu untuk menyaingi mereka.
Aku mengambil salah satu permen kesukaanku di dalam kantong celanaku, hanya permen biasa yang mampu membuatku menjadi lebih baik dan percaya diri. Berwarna putih dan menyerupai obat. Tapi aku menyebutnya permen, bukan obat. Asal kau tau, obat tidak pernah semenyenangkan ketika kau menelannya, sedangkan benda kecil ini selalu membuat hidupku lebih menarik. Membuat segalanya berada di atas awan, melayang-layang tapi tak membuatmu terjatuh. Ya, sungguh menarik bagi dunia sandiwara ini bukan?

“Tuan, kau harus segera naik ke atas panggung.”, salah satu kru mendatangiku dengan menggenggam HT di tangannya.
 
Blogger Templates