I Took A Pill In Ibiza : Candu
yang Menggantung
Oleh Peres Sar Arin
P.S : Agar bisa lebih mendalami kisahnya alangkah baik jika diiringi dengan lagu I Took A Pill In Ibiza oleh Mike Posner (link tersedia di bawah). Terima kasih
Malam terasa sangat panjang dan aku masih
berdiri di sini. Festival Musik, dimana semua penyanyi berkumpul, meneriakkan
apa yang ada di dalam pikiran mereka, mendapatkan perhatian dan berlomba-lomba
untuk memperoleh suara. Bagiku suara saja tidak cukup, mereka butuh kedua kaki
untuk berdiri di atas panggung dengan sangat kuat. Tidak peduli apa yang sedang
mereka alami saat ini, mereka hanya perlu bernyanyi. Dan parahnya lagi adalah
menghibur para penonton yang bahkan kita saja tidak mengetahui apa yang sedang
mereka rasakan. Aku akui mereka yang berdiri di atas panggung adalah penyanyi
terhebat dengan gaya mereka sendiri. Ya, dan aku tak mampu untuk menyaingi
mereka.
Aku mengambil salah satu permen kesukaanku
di dalam kantong celanaku, hanya permen biasa yang mampu membuatku menjadi
lebih baik dan percaya diri. Berwarna putih dan menyerupai obat. Tapi aku
menyebutnya permen, bukan obat. Asal kau tau, obat tidak pernah semenyenangkan
ketika kau menelannya, sedangkan benda kecil ini selalu membuat hidupku lebih
menarik. Membuat segalanya berada di atas awan, melayang-layang tapi tak
membuatmu terjatuh. Ya, sungguh menarik bagi dunia sandiwara ini bukan?
“Tuan, kau harus segera naik ke atas
panggung.”, salah satu kru mendatangiku dengan menggenggam HT di tangannya.
Aku menelan seteguk air mineral yang
disediakan oleh para kru. Berjalan di atas panggung dan getaran ini kembali
kurasakan disekujur tubuhku. Meskipun sudah bertahun-tahun tetap saja aku tak
bisa bersahabat dengannya. Mereka menyambutku dengan meriah, para penonton yang
rela menghabiskan uang mereka hanya untuk melihat kami berdiri di atas
panggung. Ya, kami dijadikan sebagai bahan tontonan. Termasuk diriku. Berdiri
di atas panggung dan bernyanyi. Perlahan aku tenggelam dalam alunan musik yang
sangat menghempaskan jiwa, begitu juga mereka. Dalam bahasa keseharian aku
sering mendengar mereka menyebutnya dengan kata mabuk.
Mengkonsumsi
pil memang bukan hal baru di kalangan kami. Ini merupakan golongan obat
stimulan jenis metamfetamin yang satu derivat turunan dengan amfetamin yang
terkandung dalam pil ekstasi. Banyak orang menggunakan zat ini untuk
mendapatkan efek psikologis, akupun salah satunya. Efek yang paling diinginkan
adalah perasaan euforia hingga ekstase karena kami menyukai pergaulan dan
interaksi sosial yang seperti ini. Kau
menyebutnya apa? Glamour atau rusak? Ya, memang aku harus melakukannya, ini
adalah sebuah tuntutan bagi tubuhku. Bodohnya, aku membutuhkannya untuk
bertahan di atas panggung sandiwara yang tak pernah tau kapan peran seperti ini
harus diganti. Candu adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan
saat ini.
Seperti pertukaran yang terjadi di bank.
Segelintir uang yang aku dapatkan bisa menjadikan suatu kebahagiaan yang tak
terkira. Hingga aku menjadi seperti ini, seorang penyanyi yang sedang naik daun
juga seorang yang terlupakan. Puluhan juta ada dalam genggamanku setelah
aku turun dari atas panggung. Semua merk mobil terbaru bisa dengan mudah berada
di tanganku. Secepat kilat bukan? Dan yang paling penting, tidak ada gadis yang
tidak mau pergi denganku. Mereka selalu menemaniku, aku mampu memberikan apa
yang mereka mau setelah itu mereka akan memberikan apa yang aku inginkan dari
mereka. Setimpal bukan? Ternyata semudah itu membeli kebahagiaan. Apa lagi yang
diperlukan bagi seorang lelaki seperti diriku hah? Kau tak perlu memutar otak
demi mendapatkan bukti kepada dunia, bahwa kau hebat hanya dengan membawa benda
kecil yang kusebut sebagai permen. Benda itu membawa keberuntungan yang sangat
besar.
Siapa yang
tidak mendambakan hidup seperti ini? Hanya bergantung kepada benda kecil dan
mampu mendapatkan segalanya? Akan tetapi, aku teringat bahwa kesenangan hanya
sementara dan fana. Semua adalah omong kosong yang harus kujalankan. Ya, karena
aku tidak mau menjadi yang terlupakan, tidak dihargai dan terbuang begitu saja.
Seorang artis papan atas yang memiliki banyak penggemar sekaligus haters, suatu konsekuensi yang secara
tidak langsung menghantui hari-hariku. Uang dan kedudukan bagiku tidak menjamin
kebahagiaan. Aku sangat memahami hal itu, tapi inilah tuntutan bagiku agar
tidak kehilangan segala hal. Pada
kenyataannya, agar dapat selalu eksis dalam bidang entertainment maka
lingkungan pergaulan artis juga banyak berpengaruh. Jika sang artis yang
bersangkutan dianggap menjauhi lingkungan tersebut atau mencoba memberi jarak,
lingkungannya pun secara spontan tidak mendukung kariernya.
Popularitas,
selalu menjadi hal yang sangat sensitif. Segala macam label diberikan untuk
berlomba-lomba mendapatkan kepopularitasan tersebut. Lalu setelah kau populer
apa yang akan kau dapatkan? Keuntungan bukan sekedar uang, harta dan
gadis-gadis yang mampu kau kencani. Hanya saja, setelah kau merasa mendapatkan
segala hal yang kau inginkan, kau harus rela melakukan segala macam cara untuk mempertahankannya sepenuh hati, meskipun kau
tau bahwa caramu salah. Seperti itulah aku.
Aku tidak
perlu dijadikan sebagai panutan karena kau anggap aku sudah populer, menjadi
artis dan bahagia. Lebih baik kau tidak memandang semua orang dari kedudukan
dan tingkat kepopulerannya. Karena semua itu memuakkan. Sangat. Jangan menjadi
seperti diriku yang hanya mampu menanggung kerasnya dunia sandiwara dibalik
sebuah benda kecil, permen atau mereka menyebutnya sebagai pil, yang mampu
membuatku tidak sadar dengan perasaan seperti aku terus menginginkannya. Aku
menggantungkan hidupku dan kebahagiaanku pada benda bodoh yang mampu memberiku
kepuasan dan membuatku seolah-olah terlihat pintar dan elegan. Sehingga realita
yang kualami telah dijadikan hal yang seolah-olah. Dan menjadi seperti ini
bukanlah suatu perjalanan yang bisa kau lewati dengan mudah.
Aku bahagia
atas jerih payah yang kulakukan dan hasil yang sangat memuaskan. Tapi aku tidak
mudah merasa puas, sehingga seiring berjalannya waktu sering kali aku dibutakan
atas hasil yang kudapatkan. Kukira bahagia adalah soal uang. Hal yang paling menyedihkan adalah
ketika kepercayaan hanya sebatas di depan sampul majalah. Setelah aku tidak
lagi populer, mereka akan menuntut kinerjaku lebih dan lebih lagi. Ketika
muncul rumor tanpa bukti semua orang akan mempercayai hal tersebut dengan
mudah. Lalu mereka akan mencemooh dan tidak ada lagi dukungan bagiku. Seperti roller coaster, kau dibiarkan melambung
tinggi setelah kau mendapatkan segala hal yang kau dambakan tapi ketika kau
kehilangannya kau akan kembali berada di bawah. Ada dua pilihan ketika berada
di bawah, kau akan membiarkan dirimu jatuh atau kau akan bergantung.
Aku memilih
untuk bergantung pada diriku sendiri. Walaupun mencari kepercayaan orang lain
tidaklah semudah ketika mendapatkan job di luar negeri. Seperti hidupku yang bersinar
telah bergantung pada pil, padahal hanya ada kesenangan yang bersifat
sementara. Dan sekarang aku adalah yang terlupakan, tanpa ada lagi yang
mempercayaiku karena aku adalah pecandu yang berusaha melarikan diri. Pecandu
boleh dikatakan sebagai korban, boleh pula dikatakan sebagai orang yang bodoh
dan dibodoh-bodohi. Ya tak terkecuali diriku.
Memang
terlambat untuk menyesali apa yang sudah terjadi. Tapi tidak ada kata terlambat
untuk memulai hal yang baru. Dan yang terpenting, kebahagiaan tidak untuk
dicari, tapi memang sudah melekat dalam diri sendiri. Mungkin aku hanya perlu
menatap realita dan menjalaninya. Kembali ke kampung halaman dengan memeluk
gitar merupakan suatu kebanggaan atas keberhasilanku selama ini. Orang-orang
memandangiku dengan mata yang berbinar-binar dan seketika bertanya, “Bagaimana agar
bisa menjadi sosok yang populer dan sukses sepertimu?”
Aku hanya
menjawab, “Setelah mendapatkan apa yang kalian inginkan, kalian mau apa? Karena
menjadi populer bukanlah suatu jawaban di atas kesuksesan dan kebahagiaan yang
kalian bayangkan selama ini. You don’t
wanna be high like me, never really knowing why like me, you don’t ever wanna
step off that roller coaster and be all alone.”
***
Tanggapan penulis :
Terkadang berlari keluar dari
dunia ini benar-benar satu-satunya cara untuk melindungi diri sendiri dari
perangkap kepopuleran. Bukan kehidupan yang penuh perangkap, tapi perangkap
yang datang dengan ketenaran dan kejayaan ini
tidaklah mudah untuk ditangani. Menurut saya, tokoh aku dalam kisah di balik I
Took A Pill In Ibiza mengacaukan hidupnya
karena obat-obatan, tapi saya benar-benar mengapresiasi lagu ini, emosi di
dalam lirik serta musiknya bisa dengan mudah menarik simpati saya untuk menuliskan
kisahnya hehe. Saya termasuk pendengar yang hanya mendengarkan lagu tanpa
melihat lirik ketika mendengarkan pertama kali, karena otak manusia cenderung
untuk mengenali irama sebelum lirik. Setelah itu ketika saya mendengarkan untuk
kedua kalinya saya langsung menyukai emosi yang disampaikan oleh Mike Posner lewat lagunya ini. Hingga
saya benar-benar tertarik karena di dalam lagu tersebut tersimpan pesan yang
dalam. Akhirnya mulailah saya untuk searching
liriknya dan membacanya tanpa mendengarkan lagu tersebut. Gotchaa!! Muncullah inspirasi untuk menuliskan kisahnya. Sambil
menuliskan kisahnya saya memutar lagu tersebut berulang kali, meskipun kisah
yang saya tulis ini bukan murni kenyataan yang dialami pencipta lagu dan juga
hanya berdasarkan lirik yang kemudian melambungkan imajinasi saya kemana-mana
hehe. Oiya ada tambahan dibalik makna dari lagu ini, hingga sekarang saya masih skeptis dengan pertanyaan, apa arti
kebahagiaan? Kalau bahagia itu hanya sementara, berarti kita belum benar-benar
merasa bahagia bukan?”
Btw ini ada 2 link lagu I Took A Pill In Ibiza dalam 2 versi.
Yang pertama merupakan versi original yang dibuat oleh Mike Posner sedangkan yang kedua merupakan versi yang telah
dijadikan remix oleh Mike Posner.
All i know is just sad songs, sad songs.
BalasHapus