Pages

Ads 468x60px

Jumat, 22 Juli 2016

[Flashfiction] I Took A Pill In Ibiza : Candu yang Menggantung


I Took A Pill In Ibiza : Candu yang Menggantung
Oleh Peres Sar Arin

P.S : Agar bisa lebih mendalami kisahnya alangkah baik jika diiringi dengan lagu I Took A Pill In Ibiza oleh Mike Posner (link tersedia di bawah). Terima kasih

Malam terasa sangat panjang dan aku masih berdiri di sini. Festival Musik, dimana semua penyanyi berkumpul, meneriakkan apa yang ada di dalam pikiran mereka, mendapatkan perhatian dan berlomba-lomba untuk memperoleh suara. Bagiku suara saja tidak cukup, mereka butuh kedua kaki untuk berdiri di atas panggung dengan sangat kuat. Tidak peduli apa yang sedang mereka alami saat ini, mereka hanya perlu bernyanyi. Dan parahnya lagi adalah menghibur para penonton yang bahkan kita saja tidak mengetahui apa yang sedang mereka rasakan. Aku akui mereka yang berdiri di atas panggung adalah penyanyi terhebat dengan gaya mereka sendiri. Ya, dan aku tak mampu untuk menyaingi mereka.
Aku mengambil salah satu permen kesukaanku di dalam kantong celanaku, hanya permen biasa yang mampu membuatku menjadi lebih baik dan percaya diri. Berwarna putih dan menyerupai obat. Tapi aku menyebutnya permen, bukan obat. Asal kau tau, obat tidak pernah semenyenangkan ketika kau menelannya, sedangkan benda kecil ini selalu membuat hidupku lebih menarik. Membuat segalanya berada di atas awan, melayang-layang tapi tak membuatmu terjatuh. Ya, sungguh menarik bagi dunia sandiwara ini bukan?

“Tuan, kau harus segera naik ke atas panggung.”, salah satu kru mendatangiku dengan menggenggam HT di tangannya.

Aku menelan seteguk air mineral yang disediakan oleh para kru. Berjalan di atas panggung dan getaran ini kembali kurasakan disekujur tubuhku. Meskipun sudah bertahun-tahun tetap saja aku tak bisa bersahabat dengannya. Mereka menyambutku dengan meriah, para penonton yang rela menghabiskan uang mereka hanya untuk melihat kami berdiri di atas panggung. Ya, kami dijadikan sebagai bahan tontonan. Termasuk diriku. Berdiri di atas panggung dan bernyanyi. Perlahan aku tenggelam dalam alunan musik yang sangat menghempaskan jiwa, begitu juga mereka. Dalam bahasa keseharian aku sering mendengar mereka menyebutnya dengan kata mabuk.
Mengkonsumsi pil memang bukan hal baru di kalangan kami. Ini merupakan golongan obat stimulan jenis metamfetamin yang satu derivat turunan dengan amfetamin yang terkandung dalam pil ekstasi. Banyak orang menggunakan zat ini untuk mendapatkan efek psikologis, akupun salah satunya. Efek yang paling diinginkan adalah perasaan euforia hingga ekstase karena kami menyukai pergaulan dan interaksi sosial yang seperti ini. Kau menyebutnya apa? Glamour atau rusak? Ya, memang aku harus melakukannya, ini adalah sebuah tuntutan bagi tubuhku. Bodohnya, aku membutuhkannya untuk bertahan di atas panggung sandiwara yang tak pernah tau kapan peran seperti ini harus diganti. Candu adalah satu kata yang tepat untuk menggambarkan keadaan saat ini.
Seperti pertukaran yang terjadi di bank. Segelintir uang yang aku dapatkan bisa menjadikan suatu kebahagiaan yang tak terkira. Hingga aku menjadi seperti ini, seorang penyanyi yang sedang naik daun juga seorang yang terlupakan. Puluhan juta ada dalam genggamanku setelah aku turun dari atas panggung. Semua merk mobil terbaru bisa dengan mudah berada di tanganku. Secepat kilat bukan? Dan yang paling penting, tidak ada gadis yang tidak mau pergi denganku. Mereka selalu menemaniku, aku mampu memberikan apa yang mereka mau setelah itu mereka akan memberikan apa yang aku inginkan dari mereka. Setimpal bukan? Ternyata semudah itu membeli kebahagiaan. Apa lagi yang diperlukan bagi seorang lelaki seperti diriku hah? Kau tak perlu memutar otak demi mendapatkan bukti kepada dunia, bahwa kau hebat hanya dengan membawa benda kecil yang kusebut sebagai permen. Benda itu membawa keberuntungan yang sangat besar.
Siapa yang tidak mendambakan hidup seperti ini? Hanya bergantung kepada benda kecil dan mampu mendapatkan segalanya? Akan tetapi, aku teringat bahwa kesenangan hanya sementara dan fana. Semua adalah omong kosong yang harus kujalankan. Ya, karena aku tidak mau menjadi yang terlupakan, tidak dihargai dan terbuang begitu saja. Seorang artis papan atas yang memiliki banyak penggemar sekaligus haters, suatu konsekuensi yang secara tidak langsung menghantui hari-hariku. Uang dan kedudukan bagiku tidak menjamin kebahagiaan. Aku sangat memahami hal itu, tapi inilah tuntutan bagiku agar tidak kehilangan segala hal. Pada kenyataannya, agar dapat selalu eksis dalam bidang entertainment maka lingkungan pergaulan artis juga banyak berpengaruh. Jika sang artis yang bersangkutan dianggap menjauhi lingkungan tersebut atau mencoba memberi jarak, lingkungannya pun secara spontan tidak mendukung kariernya.
Popularitas, selalu menjadi hal yang sangat sensitif. Segala macam label diberikan untuk berlomba-lomba mendapatkan kepopularitasan tersebut. Lalu setelah kau populer apa yang akan kau dapatkan? Keuntungan bukan sekedar uang, harta dan gadis-gadis yang mampu kau kencani. Hanya saja, setelah kau merasa mendapatkan segala hal yang kau inginkan, kau harus rela melakukan segala macam cara untuk  mempertahankannya sepenuh hati, meskipun kau tau bahwa caramu salah. Seperti itulah aku.
Aku tidak perlu dijadikan sebagai panutan karena kau anggap aku sudah populer, menjadi artis dan bahagia. Lebih baik kau tidak memandang semua orang dari kedudukan dan tingkat kepopulerannya. Karena semua itu memuakkan. Sangat. Jangan menjadi seperti diriku yang hanya mampu menanggung kerasnya dunia sandiwara dibalik sebuah benda kecil, permen atau mereka menyebutnya sebagai pil, yang mampu membuatku tidak sadar dengan perasaan seperti aku terus menginginkannya. Aku menggantungkan hidupku dan kebahagiaanku pada benda bodoh yang mampu memberiku kepuasan dan membuatku seolah-olah terlihat pintar dan elegan. Sehingga realita yang kualami telah dijadikan hal yang seolah-olah. Dan menjadi seperti ini bukanlah suatu perjalanan yang bisa kau lewati dengan mudah.
Aku bahagia atas jerih payah yang kulakukan dan hasil yang sangat memuaskan. Tapi aku tidak mudah merasa puas, sehingga seiring berjalannya waktu sering kali aku dibutakan atas hasil yang kudapatkan. Kukira bahagia adalah soal uang. Hal yang paling menyedihkan adalah ketika kepercayaan hanya sebatas di depan sampul majalah. Setelah aku tidak lagi populer, mereka akan menuntut kinerjaku lebih dan lebih lagi. Ketika muncul rumor tanpa bukti semua orang akan mempercayai hal tersebut dengan mudah. Lalu mereka akan mencemooh dan tidak ada lagi dukungan bagiku. Seperti roller coaster, kau dibiarkan melambung tinggi setelah kau mendapatkan segala hal yang kau dambakan tapi ketika kau kehilangannya kau akan kembali berada di bawah. Ada dua pilihan ketika berada di bawah, kau akan membiarkan dirimu jatuh atau kau akan bergantung.
Aku memilih untuk bergantung pada diriku sendiri. Walaupun mencari kepercayaan orang lain tidaklah semudah ketika mendapatkan job di luar negeri. Seperti hidupku yang bersinar telah bergantung pada pil, padahal hanya ada kesenangan yang bersifat sementara. Dan sekarang aku adalah yang terlupakan, tanpa ada lagi yang mempercayaiku karena aku adalah pecandu yang berusaha melarikan diri. Pecandu boleh dikatakan sebagai korban, boleh pula dikatakan sebagai orang yang bodoh dan dibodoh-bodohi. Ya tak terkecuali diriku.
Memang terlambat untuk menyesali apa yang sudah terjadi. Tapi tidak ada kata terlambat untuk memulai hal yang baru. Dan yang terpenting, kebahagiaan tidak untuk dicari, tapi memang sudah melekat dalam diri sendiri. Mungkin aku hanya perlu menatap realita dan menjalaninya. Kembali ke kampung halaman dengan memeluk gitar merupakan suatu kebanggaan atas keberhasilanku selama ini. Orang-orang memandangiku dengan mata yang berbinar-binar dan seketika bertanya, “Bagaimana agar bisa menjadi sosok yang populer dan sukses sepertimu?”
Aku hanya menjawab, “Setelah mendapatkan apa yang kalian inginkan, kalian mau apa? Karena menjadi populer bukanlah suatu jawaban di atas kesuksesan dan kebahagiaan yang kalian bayangkan selama ini. You don’t wanna be high like me, never really knowing why like me, you don’t ever wanna step off that roller coaster and be all alone.
***
Tanggapan penulis :
Terkadang berlari keluar dari dunia ini benar-benar satu-satunya cara untuk melindungi diri sendiri dari perangkap kepopuleran. Bukan kehidupan yang penuh perangkap, tapi perangkap yang datang dengan ketenaran dan kejayaan ini tidaklah mudah untuk ditangani. Menurut saya, tokoh aku dalam kisah di balik I Took A Pill In Ibiza mengacaukan hidupnya karena obat-obatan, tapi saya benar-benar mengapresiasi lagu ini, emosi di dalam lirik serta musiknya bisa dengan mudah menarik simpati saya untuk menuliskan kisahnya hehe. Saya termasuk pendengar yang hanya mendengarkan lagu tanpa melihat lirik ketika mendengarkan pertama kali, karena otak manusia cenderung untuk mengenali irama sebelum lirik. Setelah itu ketika saya mendengarkan untuk kedua kalinya saya langsung menyukai emosi yang disampaikan oleh Mike Posner lewat lagunya ini. Hingga saya benar-benar tertarik karena di dalam lagu tersebut tersimpan pesan yang dalam. Akhirnya mulailah saya untuk searching liriknya dan membacanya tanpa mendengarkan lagu tersebut. Gotchaa!! Muncullah inspirasi untuk menuliskan kisahnya. Sambil menuliskan kisahnya saya memutar lagu tersebut berulang kali, meskipun kisah yang saya tulis ini bukan murni kenyataan yang dialami pencipta lagu dan juga hanya berdasarkan lirik yang kemudian melambungkan imajinasi saya kemana-mana hehe. Oiya ada tambahan dibalik makna dari lagu ini, hingga sekarang saya masih skeptis dengan pertanyaan, apa arti kebahagiaan? Kalau bahagia itu hanya sementara, berarti kita belum benar-benar merasa bahagia bukan?”

Btw ini ada 2 link lagu I Took A Pill In Ibiza dalam 2 versi. Yang pertama merupakan versi original yang dibuat oleh Mike Posner sedangkan yang kedua merupakan versi yang telah dijadikan remix oleh Mike Posner.


1 comments:

 
Blogger Templates