Erdy telah mengabari
Aiko bahwa Sang Produser telah menolong pamannya di rumah sakit dan segera
menangani pengobatan beliau, begitu juga dengannya, mulai sekarang ia resmi
bekerja di bawah naungan Sang Produser. Aiko merasa senang mendengar kabar dari
kakak sepupunya itu, tetapi bagaimanapun juga ia harus membalas perbuatan Sang
Produser. Karena ia masih merasa bingung dengan permintaan Valerian serta Sang
Produser, ia pergi sejenak ke taman yang sering ia kunjungi dahulu. Sambil
berpikir keputusan mana yang berhak ia pilih.
Ia melamun di pinggir kolam dan
bertanya-tanya mengapa El tidak berada di sisinya di saat keadaannya seperti
ini. Di saat dunianya terguncang, di saat tangkainya tak mampu menopangnya lebih lama lagi, lamunannya terbang hingga ke masa lalu dimana ia selalu merasa terpencil berada di dunia fana ini, orang yang telah menyayanginya lama-kelamaan menghilang satu persatu hingga El datang menawarinya tempat untuk bersandar, tetapi waktu tak berpihak kepada mereka, benang diantara mereka telah rapuh secara perlahan.
Tiba-tiba sebuah kaleng minuman terlempar ke arahnya dan mengenai
kepalanya, Aiko menoleh dan datanglah kaleng minuman yang lain tepat mengenai
wajahnya. Rupanya mereka adalah para penggemar yang tidak menyukai Aiko
berhubungan dengan El. Penggemar yang menginginkan seorang Aiko mundur dari dunia hiburan, ya sebut saja mereka pro-hater. Aiko tetap bergeming di pinggir kolam ikan tersebut, ya benar, ia memang pantas menerima hukuman ini, ia memang seharusnya membuat paman dan kakak sepupunya bahagia dan tersenyum melihatnya bersinar seperti ini, tetapi kenyataan berkata lain, sebuah bintang tak lagi bersinar dan bintang itu adalah Aiko. "Jika takdir berkata lain, maka biarkan waktu yang akan memecahkannya. Jangan biarkan aku tersesat di dunia ini atas pilihan-pilihan yang telah kau buat. Setidaknya biarkan orang-orang disekitarku bahagia. Tetapi apakah aku terlalu egois?"
Sedetik kemudian tubuhnya oleng dan ia tak kuasa menahan
desakan dari para penggemar. Pandangannya pun mulai kabur, hingga ada seseorang yang
menarik tangannya keluar dari lingkaran itu dan membopongnya hingga ke dalam mobil. Aiko bahkan tidak dapat
melihat siapa orang tersebut karena ia sudah tak mampu mengendalikan pikiran maupun batinnya.
* * *
Aiko tersadar dari tidurnya dan
mendapati dirinya berada di sofa ruang tamu rumahnya. Ia melihat sekilas
pandangan seorang lelaki jangkung berjalan menuju ruang tamu. Ya dia memang El, El yang telah
menolongnya dari desakan dan membawanya pulang. Ia yang dengan setia menunggu
Aiko hingga ia tersadar.
“El ?” Panggil Aiko setelah matanya
benar-benar terbuka
El segera duduk di samping Aiko,
“Bagaimana keadaanmu ? Kau tak sadarkan diri selama sejam. Akhirnya aku
membuatkanmu teh hangat dan beberapa makanan cepat saji.”. Aiko hanya
menganggukkan kepalanya, tenggorokannya terasa kering.
Mereka bertatapan sejenak. Hening. Sepertinya mereka sedang sibuk memikirkan dunianya sendiri.
El merogoh saku celana jeansnya dan mengambil sebuah gantungan kunci. “Aiko, maukah kau menyimpan gantungan kupu-kupu
ini?” Tanya El dengan raut wajah yang tak dapat Aiko tebak. Aiko pun segera menerima gantungan tersebut, ia masih bertanya-tanya apa yang sedang El pikirkan sekarang ini.
“Maaf, aku
tidak bisa bersamamu lagi, Aiko. Aku harus fokus dengan karirku dan tidak
mengecewakan ayahku lagi”. Ia berkata setegar mungkin dihadapan Aiko. Lalu ia
bersiap berdiri dan melangkah pergi.
“Mengapa ? Ja... Jangan !” Aiko menarik pergelangan
tangannya dan menghentikan langkahnya dari belakang. “Apa-apaan ini ? Setidaknya beri aku penjelasan yang logis El!”
"Tidak, aku harus pergi. Anggap saja penjelasan itu benar!" El berkata seraya membelakangi Aiko.
"Anggap saja? Apa maksudmu El? Tiba-tiba saja kau kembali dengan pendapat yang absurd seperti itu? Sungguh ini aneh bahkan sejak kita dan Valerian ... Apakah ... apakah ini karena film
yang kita bintangi atau karena keputusan para penggemar serta para kru?"
El menggelengkan kepala dan tetap
membelakangi Aiko yang semakin erat menahan lengannya agar ia tidak pergi ... lagi.
“Apa
ini karena … Valerian ?”. Tanya Aiko dengan hati-hati.
Akhirnya El menoleh dan menatap
matanya dengan tajam, telapak tangannya kini mencengkeram lengan Aiko. “Ini demi masa depanku dan ayahku ! Tak ada sangkut pahutnya denganmu
! Aku sudah BOSAN." Ia pun segera melongos pergi dan Aiko tak mampu membendung air matanya
lagi.
Raut wajah itu... mengapa sangat menakutkan? Raut wajah itu mengapa mendorongku untuk semakin bersamanya? Mengapa aku tak bisa menjadi bagian dari hidupnya lagi? Tuhan, apakah kau tau takdir diantara aku dan Aiko? Jika iya memang bukan dia yang mampu menopangku, biarkan saja dia bahagia ... dengan keputusan ini. Aku lelah lebih dari sekedar lelah.
0 comments:
Posting Komentar