El menutup ponselnya dengan hembusan nafas yang panjang. Ahh dia merasa lega
telah mendengar suara Aiko. Bagaimanapun juga sosoknya tak dapat sirna dari
pikirannya, meskipun ia tahu bahwa ia salah menghubungi Aiko sepagi ini hanya
untuk mengucapkan ulang tahun padanya. Padahal masih tersisa 22 jam lagi
sebelum tanggal ditutup, tapi perasaannya tak dapat terkalahkan. Aneh bukan?!, pikirnya.
Sedikit demi sedikit ia dapat menerima perubahan yang telah ia buat. Entah itu tentang
ayahnya, karir dan kehidupannya, ataupun Aiko. Ia bersyukur menjalani semua
ini.
“Aku hanya melihat dirimu yang nampak indah, tanpa melihat dirimu yang tak
nampak namun terasa kehadirannya. Aku percaya jika cinta itu tulus dari dalam
hati, perubahan apapun yang terjadi cinta itu akan tetap abadi.” Batin El
sambil memandangi foto dirinya tertawa lepas bersama Aiko ketika mereka sedang
duduk di atas ayunan bersama di taman yang sering mereka kunjungi di kala
mereka masih kecil. “Aiko aku berjanji akan membawa kenangan kita sampai mati
nanti.”
* * *
Pukul 7 malam rumah Aiko telah dipenuhi oleh para tamu yang ia undang, entah
itu artis atau bukan. Valerian dan ayahnya hadir malam itu. Begitu juga dengan
paman Aiko yang kondisinya tampak semakin membaik, beliau berdiri di tangga
ditemani oleh Erdy, anaknya. Erdy tersenyum bangga ke arah Aiko karena kini ia
telah merubah hidup mereka menjadi lebih bersinar. Aiko mengenakan gaun panjang
berwarna putih dengan motif bunga, ia terlihat cantik dan anggun. Tak
kalah penting dengan para wartawan yang telah hadir tanpa diundang, pantas saja
banyak artis yang enggan dengan wartawan karena tingkah laku mereka. Aiko
berdiri di samping pintu masuk dan menyalami para tamu yang datang tak lupa
juga ditemani oleh Valerian. Valerian melirik ke arahnya, ia tersenyum sejenak
melihat gadisnya tersenyum bahagia. Ia ingin melihat Aiko tersenyum seperti itu
di depannya untuk selamanya.
Meskipun malam ini sedang hujan, suasana di dalam rumah Aiko dapat menutupi
keadaan tersebut. Ruang utama telah dipenuhi oleh para tamu, hiruk pikuk
terjadi di sana sini.
"Aiko?" Panggil Valerian ketika ia mendapati Aiko sedang melamun di
atas anak tangga.
"Aiko, apakah kau mendengarku?" Panggilnya sekali lagi. Aiko langsung
tersadar dari lamunannya, ia melihat ke bawah. tepat ke arah Valerian.
Aiko hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia membawakan segelas minuman ke
arah Valerian.
"Maaf, aku terlalu larut dengan suasana ini. Terima kasih Valerian kau
telah membantuku, semoga saja acara ini dapat berjalan sesuai keinginan."
Ucap Aiko sambil tertawa hambar. Valerian tetap saja bergeming dari
tempatnya berdiri. Akhirnya Aiko berdeham untuk mencairkan suasana. "Kau
mau minum?"
"Tidak, terima kasih." Balasnya dengan singkat. Lalu ia menatap Aiko.
"Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu, apa aku boleh tahu apa yang
sedang kau pikirkan?"
Raut wajah Aiko tampak menegang, ia berusaha tersenyum kepada Valerian.
"Tidak, mengapa aku harus memikirkan sesuatu yang tidak penting di hari
spesial ini?" Ia lagi-lagi tertawa hambar. Sejujurnya Aiko sangat
ketakutan ketika Valerian dapat dengan mudahnya menebak apa yang sedang ia
pikirkan.
Tatapan mata Valerian tampak bergerak ke sana kemari, menyapu semua ruangan
tersebut. Aiko mengikuti arah pandang Valerian dan ia melihat ketegangan di
wajah Valerian. Aiko menarik napas panjang dan tertunduk, Valerian pasti
akan mengetahuinya, batinnya. Hatinya terasa hampa meskipun Valerian berada
di sampingnya. Berkali-kali ia tersenyum tetapi sorot matanya tak menunjukkan
hal yang sama, seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal dalam batinnya.
“Aiko, apakah sesuatu yang tidak penting itu adalah El? Tampaknya ia belum
datang kemari.” Kata Valerian membuyarkan lamunannya. Gadis itu langsung
menggigit bibir bawahnya, ia tertunduk dan ketakutan. “Cepat hubungi dia, aku
tak ingin dia melewatkan acara ini, terutama tak melihatmu dengan gaun cantik
ini. Kau tahu, acaranya sudah hampir selesai.” Aiko tersentak mendengar apa
yang baru saja Valerian ucapkan. Lalu ia memberanikan diri menatap Valerian
yang ternyata sedang tersenyum ke arahnya. Dengan cepat gadis itu mengangguk
dan menyunggingkan senyum manis kepada lelaki itu, Aiko pun pamit untuk mencari
ponselnya, dan ia segera lenyap di antara kerumunan para tamu yang mulai
meramaikan acara tersebut.
Setelah ia mencari-cari ponselnya yang tidak dapat ia temukan, tiba-tiba saja
Erdy mendatanginya dan ternyata ponselnya jatuh di depan kamar dan ditemukan
oleh Erdy.
“Lihat kau tak menjaganya dengan baik, sampai-sampai gantungan kupunya pecah.”
Lalu ia memberikan ponsel beserta gantungannya pada Aiko.
Aiko mengamati gantungan kunci tersebut, ya gantungannya pecah menjadi dua
tepat di bagian sayapnya. Ah dia memang ceroboh karena tak menjaganya dengan
baik. Nanti saja aku urus ini, ucapnya dalam hati. Dengan segera ia
mencari nama El di kontak teleponnya. Tetapi tiba-tiba gadis itu disenggol oleh
kakak sepupunya dan memperlihatkan ponsel miliknya. “Elnando” nama itu tertera
di layar ponsel milik Erdy. Erdy menatap Aiko sejenak dengan ragu, tetapi ia
langsung memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Aiko masih bingung dan
bertanya-tanya mengapa El tidak menghubungi dirinya saja, melainkan kakak
sepupunya.
0 comments:
Posting Komentar