Pages

Ads 468x60px

Kamis, 20 September 2012

Memoar Rasa -Part 5-


        El menutup ponselnya dengan hembusan nafas yang panjang. Ahh dia merasa lega telah mendengar suara Aiko. Bagaimanapun juga sosoknya tak dapat sirna dari pikirannya, meskipun ia tahu bahwa ia salah menghubungi Aiko sepagi ini hanya untuk mengucapkan ulang tahun padanya. Padahal masih tersisa 22 jam lagi sebelum tanggal ditutup, tapi perasaannya tak dapat terkalahkan. Aneh bukan?!, pikirnya. Sedikit demi sedikit ia dapat menerima perubahan yang telah ia buat. Entah itu tentang ayahnya, karir dan kehidupannya, ataupun Aiko. Ia bersyukur menjalani semua ini.
        “Aku hanya melihat dirimu yang nampak indah, tanpa melihat dirimu yang tak nampak namun terasa kehadirannya. Aku percaya jika cinta itu tulus dari dalam hati, perubahan apapun yang terjadi cinta itu akan tetap abadi.” Batin El sambil memandangi foto dirinya tertawa lepas bersama Aiko ketika mereka sedang duduk di atas ayunan bersama di taman yang sering mereka kunjungi di kala mereka masih kecil. “Aiko aku berjanji akan membawa kenangan kita sampai mati nanti.”
 * * *
        Pukul 7 malam rumah Aiko telah dipenuhi oleh para tamu yang ia undang, entah itu artis atau bukan. Valerian dan ayahnya hadir malam itu. Begitu juga dengan paman Aiko yang kondisinya tampak semakin membaik, beliau berdiri di tangga ditemani oleh Erdy, anaknya. Erdy tersenyum bangga ke arah Aiko karena kini ia telah merubah hidup mereka menjadi lebih bersinar. Aiko mengenakan gaun panjang berwarna putih dengan motif bunga, ia terlihat cantik dan anggun. Tak kalah penting dengan para wartawan yang telah hadir tanpa diundang, pantas saja banyak artis yang enggan dengan wartawan karena tingkah laku mereka. Aiko berdiri di samping pintu masuk dan menyalami para tamu yang datang tak lupa juga ditemani oleh Valerian. Valerian melirik ke arahnya, ia tersenyum sejenak melihat gadisnya tersenyum bahagia. Ia ingin melihat Aiko tersenyum seperti itu di depannya untuk selamanya. 
        Meskipun malam ini sedang hujan, suasana di dalam rumah Aiko dapat menutupi keadaan tersebut. Ruang utama telah dipenuhi oleh para tamu, hiruk pikuk terjadi di sana sini.
        "Aiko?" Panggil Valerian ketika ia mendapati Aiko sedang melamun di atas anak tangga.
        "Aiko, apakah kau mendengarku?" Panggilnya sekali lagi. Aiko langsung tersadar dari lamunannya, ia melihat ke bawah. tepat ke arah Valerian.
        Aiko hanya tersenyum kecil dan mengangguk. Ia membawakan segelas minuman ke arah Valerian.
        "Maaf, aku terlalu larut dengan suasana ini. Terima kasih Valerian kau telah membantuku, semoga saja acara ini dapat berjalan sesuai keinginan." Ucap Aiko sambil tertawa hambar. Valerian tetap saja bergeming dari tempatnya berdiri. Akhirnya Aiko berdeham untuk mencairkan suasana. "Kau mau minum?"
        "Tidak, terima kasih." Balasnya dengan singkat. Lalu ia menatap Aiko. "Sepertinya kau sedang memikirkan sesuatu, apa aku boleh tahu apa yang sedang kau pikirkan?"
        Raut wajah Aiko tampak menegang, ia berusaha tersenyum kepada Valerian. "Tidak, mengapa aku harus memikirkan sesuatu yang tidak penting di hari spesial ini?" Ia lagi-lagi tertawa hambar. Sejujurnya Aiko sangat ketakutan ketika Valerian dapat dengan mudahnya menebak apa yang sedang ia pikirkan.
        Tatapan mata Valerian tampak bergerak ke sana kemari, menyapu semua ruangan tersebut. Aiko mengikuti arah pandang Valerian dan ia melihat ketegangan di wajah Valerian. Aiko menarik napas panjang dan tertunduk, Valerian pasti akan mengetahuinya, batinnya. Hatinya terasa hampa meskipun Valerian berada di sampingnya. Berkali-kali ia tersenyum tetapi sorot matanya tak menunjukkan hal yang sama, seolah-olah ada sesuatu yang mengganjal dalam batinnya.
        “Aiko, apakah sesuatu yang tidak penting itu adalah El? Tampaknya ia belum datang kemari.” Kata Valerian membuyarkan lamunannya. Gadis itu langsung menggigit bibir bawahnya, ia tertunduk dan ketakutan. “Cepat hubungi dia, aku tak ingin dia melewatkan acara ini, terutama tak melihatmu dengan gaun cantik ini. Kau tahu, acaranya sudah hampir selesai.” Aiko tersentak mendengar apa yang baru saja Valerian ucapkan. Lalu ia memberanikan diri menatap Valerian yang ternyata sedang tersenyum ke arahnya. Dengan cepat gadis itu mengangguk dan menyunggingkan senyum manis kepada lelaki itu, Aiko pun pamit untuk mencari ponselnya, dan ia segera lenyap di antara kerumunan para tamu yang mulai meramaikan acara tersebut.
        Setelah ia mencari-cari ponselnya yang tidak dapat ia temukan, tiba-tiba saja Erdy mendatanginya dan ternyata ponselnya jatuh di depan kamar dan ditemukan oleh Erdy.
        “Lihat kau tak menjaganya dengan baik, sampai-sampai gantungan kupunya pecah.” Lalu ia memberikan ponsel beserta gantungannya pada Aiko.
        Aiko mengamati gantungan kunci tersebut, ya gantungannya pecah menjadi dua tepat di bagian sayapnya. Ah dia memang ceroboh karena tak menjaganya dengan baik. Nanti saja aku urus ini, ucapnya dalam hati. Dengan segera ia mencari nama El di kontak teleponnya. Tetapi tiba-tiba gadis itu disenggol oleh kakak sepupunya dan memperlihatkan ponsel miliknya. “Elnando” nama itu tertera di layar ponsel milik Erdy. Erdy menatap Aiko sejenak dengan ragu, tetapi ia langsung memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. Aiko masih bingung dan bertanya-tanya mengapa El tidak menghubungi dirinya saja, melainkan kakak sepupunya.

0 comments:

Posting Komentar

 
Blogger Templates