Dalam malam aku selalu
merangkul sepi, berkawan dengan kenangan, berharap dapat menghadirkan
ketenangan. Damai, satu kata yang terkandung di dalamnya. Itulah mengapa dulu
aku sangat menyukai malam. Tapi malam tidak lagi semenarik dulu. Dia tidak lagi
menawarkan kedamaian. Dia dingin dan selalu berhasil mencairkan kristal air
mata. Aku tidak suka. Mengapa malam malah menyuguhkan luka?
Dalam malam suaraku selalu
padam, tidak lagi terdengar. Dulu, malam tidak setega ini, dia selalu mampu
membawa obat untuk luka, dia selalu bersahabat dengan imajinasi, dia tidak
pernah sekalipun meninggalkan inspirasi. Sayangnya yang aku tahu, malam tidak
lagi menjadi penikmat rindu.
Pada malam hari, aku mendengar
suara teriakan yang menguasai malam dan menghancurkan sunyi. Lalu kugenggam
kedamaian ini dengan erat agar tak lepas dimakan teriakan malam. Terus
kurapatkan berharap kedamaian malam akan selalu menjadi sahabat terbaikku.
Sayangnya, damai tak lagi mampu menguasai diriku yang ditemani sepi. Perlahan
dia menghilang bersama cahaya bulan. Sangat gelap, malam telah dikuasai oleh
ego manusia yang mampu menghancurkan kedamaian malam. Dan sekarang aku
mengerti, malam telah menyisakan air matanya. Dalam sepi malam menangis. Dalam
sepi malam merengek. Dalam sepi malam mengais kerinduan. Dalam sepi malam
berharap digantikan oleh cahaya mentari. Sesungguhnya malam tidak pernah
berperasaan, dia tidak pernah sedikitpun menangis atau tenggelam dalam luka.
Aku merapatkan selimutku, mencoba menikmati malam dengan pesonanya yang tak
lagi kukenal. Lalu aku tersenyum untuk menemani air mata malam. Ego manusia
telah menyerang malam yang tenang. Dan kurasa, malam tidak pernah sehampa ini.
Dalam malam suaraku ditelan
rindu, menyisakan harapan untuk sepi yang biasa bersahabat. Dalam malam aku
hanya ingin mendengar, tentang senandung kedamaian yang selalu menghadirkan
tawa, karena malam selalu menyediakan ruang untukku bercerita dalam sepi, membawakan
kotak rahasia yang selalu terkunci, menyimpan gelak tawa diantara deretan rindu
yang tak terbelenggu. Sebelum mereka merampas segalanya, sebelum mereka
mengeluh tentang dinginnya malam yang selalu menusuk, aku ingin berdamai untuk
sunyi yang mengalirkan air matanya. Hanyut dalam pelukan malam yang berusaha
menyertakan ketenangan.
Setelah kusadari teriakan
mereka telah mampu memecahkan kristal air mata malam, lalu pergi kemana kedamaian malam yang selalu bersahabat?
0 comments:
Posting Komentar