Pages

Ads 468x60px

Kamis, 01 Agustus 2013

Bentuk diamku

          Lebih baik aku diam. Jika berbicarapun salah. Tapi, tidak selamanya diam itu benar. Aku merasa terpojokkan, aku merasa segala sesuatu yang telah aku lakukan ini salah. Mungkin niat awalku memang baik, aku tak akan mengganggu siapapun yang pada saat itu sedang dalam kondisi marah karena pada akhirnya kemarahan itu akan dilampiaskan padaku. Tak apa, aku sudah menganggapnya seperti kebiasaan. Atau karena kebiasaan yang terlalu sering itu diriku menjadi kebal? Entahlah.
Aku rasa aku mengerti alasan dibalik pertanyaan mengapa aku seperti ini. Mengapa aku cenderung pendiam, mengapa sikapku berbeda, mengapa aku berubah, mengapa aku memendam...
Sikapku berbeda, ya aku menyadarinya. Lihatlah aku ketika bersama dengan teman-temanku, lihatlah aku ketika bersama dengan seseorang yang aku cintai, lihatlah aku ketika bersama dengan keluargaku, lihatlah aku ketika bersama dengan orang asing, lihatlah aku...
Hahaha tak mungkin ada yang bersedia melihatku, benar bukan? Aku lebih menyimpannya sendiri dan alangkah baiknya aku tersadar bahwa aku memiliki banyak sisi yang orang lain tak tahu. Memang wajar, setiap orang juga memiliki sisi yang berbeda ketika mereka bersama dengan orang yang berbeda pula. Ya seperti itulah, lalu bagaimana dengan diriku yang sebenarnya? Tak ada yang dapat menebak.
Lihatlah aku ketika bersama dengan kawan-kawanku... aku tertawa bersama dengan mereka, aku bercanda bersama dengan mereka, aku senang dan bersyukur.
Lihatlah aku ketika bersama dengan seseorang yang aku cintai... aku tersenyum dengannya, aku menikmati separuh alunan hidupku dengannya, aku senang dan bersyukur.
Lihatlah aku ketika bersama dengan keluargaku... aku belajar tuk bersyukur, aku bahagia, aku dapat mengerti arti hidup yang sebenarnya.
Namun, jangan salahkan aku ketika aku diam. Jangan salahkan aku ketika aku tertawa. Jangan salahkan aku ketika aku marah. Jangan salahkan aku ketika aku menangis. Itu semua naluri manusia. Dan beginilah aku, egois? Mungkin.
Marah? Tak apa, lampiaskan saja padaku. Aku sudah terbiasa. Namun ketika kemarahan itu muncul aku akan membalasnya dengan diam. Ya, diam. Apakah diam berbeda dengan memendam? Mungkin, perbedaan yang sangat tipis kurasa.
Ketika aku terdiam, aku akan memojok dan berpikir. Apakah yang kulakukan ini benar? Tak ada yang bisa menjawabnya.
Ketika aku terdiam, aku benar-benar merasa kesepian. Dimana duniaku yang sebenarnya? Aku merasa sendiri.
Ketika aku terdiam, aku tak dapat berpikir secara jernih. Apa yang harus kulakukan?
Ketika aku terdiam, aku tak dapat melampiaskan amarahku. Aku memendamnya. Lebih sakit dari yang pernah terpikirkan.
Ketika aku terdiam, aku tersudut diantara pola pikir dan emosiku.
Namun ketika aku terdiam, aku benar-benar belajar mengenai kesendirian dan keheningan.
Dan di sinilah aku, terdiam. Mulutku terkunci secara rapat, pikiranku beradu dengan emosiku dan naluriku.
Aku tak dapat berbicara, atau tak ada lagi yang perlu kubicarakan. Karenanya aku terdiam. Keheningan merasuki jiwaku secara perlahan namun nyata. Kesepian mulai menyelubungiku. Aku ingin melampiaskannya.
Dan di sinilah aku. Melampiaskan segala hal yang ada di benakku. Di depan layar monitor, jemariku bergerak kesana kemari memencet satu persatu tombol yang tersedia pada keyboard mungil ini. Aku mengetik sesuatu. Kalaupun tidak, jemariku memegang pulpen dan menuntunnya tuk menggoreskan tinta-tinta tersebut di atas kertas dan membentuk rangkaian kata. Aku menulis.
Beginilah aku yang sebenarnya. Ketika ku tak tahu apa yang harus kulakukan, hanya satu hal yang dapat menentramkan hatiku, yaitu menulis. Dan ketika ku terdiam, aku berpikir apa yang harus aku tulis selanjutnya.
Tidak semua manusia pandai dalam hal berbicara, beberapa dari mereka lebih memilih tuk menuangkan segala pikiran mereka ke dalam bentuk tulisan. Itulah yang membuat manusia membutuhkan satu sama lain sehingga mereka saling melengkapi.
Dan beginilah bentuk diamku. Tak apa jika kalian berkata aku memiliki berbagai kepribadian atau selama ini hanyalah topeng? Haha tak ada yang dapat menerka. Satu hal yang penting bagiku. Diamku dan diam kalian ini berbeda. Beginilah caraku bertahan. Kalian mau menerimaku ataupun tidak, tidak menjadi suatu masalah bagiku. Yang terpenting, aku bersyukur. Bentuk diamku ini menandakan bahwa aku masih dapat merasakan berbagai hal yang telah menimpaku selama ini. Bentuk diamku ada karena kalian, karena itu aku merasa senang. Aku merasa senang dengan bentuk diamku, terima kasih :) bentuk diamku mengajarkanku bagaimana caranya bersyukur serta menjalani segala hal dengan lapang dada, dan kuharap tanpa ada keluhan :) Ya, semoga...
Arigatou, Peres Sar Arin
Brave Sakura <3

0 comments:

Posting Komentar

 
Blogger Templates