Pages

Ads 468x60px

Kamis, 24 September 2015

Teruntuk Raka (2)


Teruntuk Raka, yang entah sekarang sedang berada dimana.

“Aku tidak suka dengan ruangan yang gelap.”
Raka, aku masih heran mengapa kamu tidak suka tidur di ruangan yang gelap. Apa karena kamu takut dengan hantu? Tapi setauku Raka bukan lelaki yang takut dengan hal-hal seperti itu. Andai saja aku berani untuk bertanya kepadamu secara langsung, ah tapi siapalah diriku ini kamu pun tidak benar-benar mengenalku. Pernah satu malam aku menguping pembicaraanmu dengan Farel, kakak sepupumu yang sangat baik hati. Kamu bercerita tentang mimpi burukmu ketika kamu masih berusia 7 tahun. Seperti deretan delusi yang tidak memiliki konsep, namun mimpi tersebut tidak pernah berubah, selalu statis, selalu itu-itu saja. Misterius. Tiap kali kamu memejamkan mata, alam mimpi tidak lagi bisa bersahabat denganmu. “Dalam mimpi itu aku membakar diriku sendiri dengan api yang sangat membara, di sana ada sebuah kaca besar dan aku dapat melihat serpihan diriku terbakar perlahan. Lalu aku melihat ada uluran tangan dari luar api itu, aku tak tahu siapa dia.” Ucapmu padanya. Mimpi tersebut muncul ketika kali pertama kamu tertidur di ruangan gelap, meskipun kamu tak tahu persis ruangan apa itu.

Raka, aku bingung karena kamu selalu membungkam jika ditanya soal mimpi buruk dan ruangan yang gelap. Aku punya sebuah ingatan yang mungkin saja sudah kamu lupakan atau terselip di salah satu memori burukmu. September malam, tepatnya pada tanggal 24. Ketika kamu berumur 7 tahun. Tidak ada pesta, hanya ucapan selamat ulang tahun dari beberapa anggota keluarga. Pada saat itu ibumu sedang hamil, semua orang sibuk mempersiapkan kelahiran calon adik kandungmu. Sayangnya kamu harus tinggal di rumah seorang diri ketika semua orang pergi ke rumah sakit. Aku mendengarmu berteriak kencang dari luar rumah ketika ada pemadaman serempak di kompleks rumahmu. Setelah itu aku tak tahu apa yang terjadi di dalam sana. Seharusnya kala itu aku menerobos masuk menuju rumahmu, tetapi aku tak bisa. Ada banyak hal yang menghalangi keberadaanku. Aku yang perlahan-lahan meminjam kisahmu tanpa ijin atau lebih tepatnya mencuri, dan aku yang tanpa sadar tertarik masuk ke dalam salah satu kisahmu juga.

Seharusnya kamu tahu, satu tahun selalu berjalan lebih cepat daripada yang terpikirkan. Menginjak remaja, kamu menjadi primadona di sekolah. Kamu menjadi pusat perhatian semua orang. Tapi tetap saja, pribadimu yang pendiam dan cuek tidak menghalangimu untuk menjadi sosok yang dipuji-puji. Aku masih ingat ketika tanpa sadar mengintip halaman di lembar kisahmu, tentang kamu yang berusaha bertahan di atas popularitas itu. “Aku bisa membunuh mereka yang menyukaiku.”, tulismu pada judul halaman tersebut. Aku terpekik kaget melihat isinya. Satu hal yang baru kusadari, kamu tidak suka disukai orang lain.

Kamu benci bau rumah sakit, sayangnya pada umur yang ke 13 kamu harus dirawat di tempat tersebut. Kamu mengalami kecelakaan yang menyebabkan dirimu tak bisa berjalan berminggu-minggu. Aku masih ingat betul sebelum kecelakaan kamu bertengkar hebat dengan ayahmu, beliau melayangkan pukulan keras yang mengenai rahangmu. Tanpa sadar cairan berwarna merah mengucur melalui bibirmu. “Kami membencimu Raka!” Ayahmu melontarkan sebuah kalimat yang seharusnya tidak ditujukan kepadamu. Lalu dengan emosi yang membara kamu pergi meninggalkan rumah. Tanpa alas kaki kamu berlari sejauh mungkin dari tempat itu. Ingat tidak, sebelum kamu mengalami kecelakaan kamu berbisik kepadaku bahwa kepalamu sangat pening. Setelah itu yang aku tahu kamu sudah tergeletak di pinggir jalan.

Raka, kamu menulis sebuah catatan kecil di saku celana jeansmu kan? Tenang saja tak seorang pun tahu kecuali aku. Jangan tanya bagaimana, aku memang tahu karena saat itu aku sedang berada di sana. Apakah selama ini kamu tidak menyadari keberadaanku Raka?
Kepada : Teman-teman               
Aku sudah terbiasa dibenci, untuk itu jangan membiasakan diri untuk memperlakukanku dengan tidak biasa. Jangan menyukaiku.

Raka, kamu boleh menyebutku jahat. Sebelum kamu sempat menyebarkannya, catatan itu telah aku simpan di tempat yang tidak diketahui semua orang bahkan dirimu sendiri. Aku benci ketika semua orang dipaksa untuk membencimu. Seandainya kamu sadar, semua orang layak untuk dicintai begitu pula dirimu.

Tepat ketika kamu berulang tahun ke 15. Ketika kamu bersikeras untuk pergi ke Puncak Bogor seorang diri, kamu mulai menyadari keberadaanku. “Siapa kamu?” Tanyamu padaku. Jujur saja aku ingin segera menjawab pertanyaanmu pada saat itu. Namun belum waktunya kamu mengetahui keberadaanku. Sehingga terpaksa aku harus melarikan diri dan bersembunyi lagi di balik ingatanmu. Kamu pulang dengan langkah gontai, menghampiri sebuah rumah dengan gerbang berwarna silver. Seketika pintu gerbang pun terbuka, kakak sepupumu Farel muncul dan menarikmu keluar kembali dari gerbang itu, “Sebaiknya kita menghabiskan sisa malam ini di luar. Kamu suka kopi jenis apa Raka?”


Selamat ulang tahun dariku, Raka. Aku harap saat ini kamu sedang merayakan hari lahirmu bersama orang-orang yang tulus mencintaimu. Bersahabatlah dengan pribadi barumu yang lebih baik. Keberadaanmu yang tak lagi rasional tak menghalangi niatku untuk mengumpulkan kepingan kisahmu yang terlupakan. Tetaplah bertahan, walaupun saat ini aku meragukan keeksistensianmu sebagai Raka yang kutahu.

Bersambung…

0 comments:

Posting Komentar

 
Blogger Templates