Pages

Ads 468x60px

Sabtu, 26 September 2015

Teruntuk Raka (3)

Teruntuk Raka, yang entah sekarang sedang berada dimana.

...
Aku lupa tepatnya berapa tahun yang lalu, kamu mengijinkanku memasuki kisah dalam hidupmu, yang sebenarnya bukan keinginanku juga. Jika saja bisa kubilang pertemuan kita teramat fana, aku tak mengerti kapan kita akan dipertemukan kembali. Aku hadir karena kamu membutuhkan pertolonganku. Jujur saja awalnya aku hanya sebagai penikmat kisah-kisahmu, berada di luar garis halaman-halaman kehidupanmu, semua ini benar-benar di luar rencanaku. Bahkan aku yang awalnya ragu untuk membeberkan keberadaanku padamu kini menjadi sebuah keharusan untuk tetap berada di sampingmu, hingga kamu tak lagi membutuhkanku.

Pertama kali aku berani memperlihatkan diri di depanmu ketika kamu berada di Puncak Bogor seorang diri. Aku sungguh tak percaya ketika kamu menyadariku secepat itu. 24 September, ketika kamu berumur 15 tahun. Seminggu kemudian kamu melakukan hal tragis yang tak seorang pun tahu. Berada di dalam studio tari seorang diri, mencoba untuk membakar dirimu dengan menyiramkan minyak tanah yang di sekujur tubuhmu. Kamu memang sinting Raka, aku tak paham dengan akal sehatmu selama ini atau jangan-jangan kamu tak memiliki akal sehat? Dan pada saat itulah aku muncul, secara resmi memperkenalkan diri di hadapanmu. Apakah kamu ingat dengan mimpi buruk yang selalu menghantui malammu? Ketika kamu bermimpi sedang membakar dirimu sendiri kemudian ada seseorang yang menarik tanganmu keluar dari lingkaran api itu? Itulah aku, seorang gadis normal yang memiliki kehidupan sewajarnya sebelum bertemu denganmu.

Raka, ternyata kamu punya duniamu sendiri ya? Selama ini aku hanya mengamati perilakumu yang layaknya lelaki normal pada umumnya, atau hanya aku saja yang tidak peka? Setiap kali aku bercerita kepadamu bahwa aku mengenalmu lebih baik daripada dirimu sendiri, kamu selalu membantah perkataanku, seolah-olah aku tidak mengerti apa-apa soal kepribadianmu.

Ingat tidak ketika kamu berumur 6 tahun kamu bermain layang-layang bersama kedua kakakmu lalu kamu terjatuh dari loteng dan mereka hanya menertawakanmu. Lututmu terluka dan kamu menangis seorang diri, lalu ada seorang gadis yang mengulurkan tanganna dan memberimu hansaplast bergambar Car, itulah aku. Ingat tidak ketika pertama kalinya kamu dibawa ke rumah sakit lalu kamu tersesat pada saat hendak pergi ke kamar kecil. Kamu bertemu gadis kecil yang mengenakan piyama dan gadis itu memberikan sebuah peta rumah sakit hasil gambarannya sendiri, itulah aku. Ingat tidak ketika kamu hendak melompat dari atap sekolah dan tiba-tiba terdengar sirine kebakaran sehingga seluruh penghuni sekolah panik seketika itu kamu mengurungkan niatmu, sebenarnya akulah yang membunyikan sirine tersebut. Banyak hal yang tidak kamu sadari Raka, tapi jujur saja pada saat itu aku masih takut untuk menampakkan diri di depanmu.

Aku seolah-olah menjadi kutub selatan dan kamu menjadi kutub utara. Tak mengerti mengapa aku selalu mengikuti langkah kakimu. Kamu pun sudah terbiasa dengan kehadiranku, anehnya tak pernah sekalipun kamu mengusirku pergi atau merasa terganggu olehku. Hampir setiap hari kuhabiskan waktuku bersamamu. Aku jadi semakin paham dengan dunia yang kamu buat sendiri. Kamu tak lagi mengalami kesedihan berkepanjangan. Aku berada di sampingmu untuk menghapus trauma masa kecilmu yang amat buruk. Bahkan untuk membeberkannya dalam surat ini pun aku tak berani. Bukankah sudah kubilang sejak awal kamu menyadari keberadaanku, aku di sini untuk melindungimu Raka.

Sebenarnya aku juga punya kehidupan sendiri. Gadis polos yang terlahir dari keluarga sederhana di sebuah desa di salah satu kota yang berada di Pulau Jawa. Masa kecilku teramat bahagia dengan kedua orang tua yang sangat menyayangiku. Dulu aku suka sekali mendengarkan orang lain bermain piano, mungkin ini adalah salah satu alasan mengapa aku juga menyukaimu. Minuman favoritku adalah susu cokelat, sama sepertimu. Aku juga takut gelap karena aku selalu tidur di ruang tengah dengan tv menyala sepanjang malam. Aku suka makan di dapur sendirian karena aku tidak suka makan di meja makan. Aku juga suka berbicara pada makanan yang hendak kusantap, sama sepertimu.

Raka, apakah kamu masih ingat ketika kita berdua makan siang di meja makan rumahmu? Pada saat itu hari libur dan semua keluargamu berlibur kecuali kamu. Duduk kita berhadapan satu sama lain dan di depan kita sudah ada satu porsi nasi goreng yang kita bagi menjadi 2, pemberian dari kakak sepupumu, Farel. Hening. Tidak ada satupun dari kita yang berbicara, melainkan hanya suara sendok dan garpu yang beradu di atas piring. Aku tak merasa lapar pada saat itu sehingga makanan yang berada dalam mulutku kukunyah seadanya. Aku mendongakkan wajah berharap kamu dapat melahap nasi goreng itu dengan nikmat, sayangnya kamu hanya melamun. Sekali-dua kali makanan masuk ke dalam mulutmu dengan terpaksa.
“Nasi goreng ini mengajakku bicara, katanya dia tidak mau masuk ke dalam perutku.” Katamu dengan serius. Lalu aku tertawa begitu juga denganmu.

Raka, aku senang bisa menghabiskan hari-hariku bersamamu. Ternyata berteman denganmu sungguh mengasyikkan. Kamu tak seperti yang orang lain katakan. Luka-lukamu pun perlahan tertutupi. Trauma yang kamu alami juga tak lagi membuatmu takut untuk tidur. Aku senang bisa membantumu.

Hingga suatu hari, orang lain menyadari keanehanmu. Dia terus-menerus bertanya tentang kehidupanmu juga kehidupanku. Padahal sudah jauh-jauh hari kamu telah berjanji untuk tidak mengatakan segala tentangku. Tapi ternyata kamu mengatakannya dengan mudah. Hari semakin hari keberadaanku pun terancam. Aku sebal sehingga aku tak mau lagi bertemu denganmu, melihatmu pun aku sangat kecewa. Segala upaya kamu lakukan agar bisa bertatap muka lagi denganku tapi aku selalu bersembunyi darimu. Lalu tanpa sengaja kamu menemukanku ketika kamu hendak pergi ke rumah sakit menemui orang jahat itu dan kamu mengajakku pergi ke sana. Kamu berkata bahwa dia adalah orang baik yang ingin membuat kehidupanmu lebih baik daripada sebelumnya. Aku tidak membenarkan hal tersebut apalagi ketika dia berbicara langsung denganku, dia menyuruhku untuk tidak lagi menemuimu. Dia, orang jahat itu adalah dokter. Bukankah sudah kubilang padamu Raka, aku sangat benci dokter.

Lambat laun kamu mulai menjauh dariku. Kamu bilang sudah tidak lagi membutuhkan pertolonganku karena aku tak mampu lagi untuk melindungimu. Aku merasa sedih, rasanya seperti aku dibuang jauh-jauh oleh orang yang selama ini kupercaya, yang selama ini telah menghabiskan hari-harinya bersamaku, yang selama ini selalu membagikan kisahnya dan yang selama ini telah mengakui keberadaanku.

Sayangnya, keeksistensianku tak lagi kamu harapkan. Kamu telah menjadi pribadi yang baru, jelas terlihat lebih baik dari sebelumnya. Aku tak lagi mampu untuk kamu akui. Tapi satu hal yang tak dapat kulupakan. Pada saat itu hari ulang tahunku yang entah ke berapa, kamu memberiku hadiah, sebuah kaos bertuliskan, “Jiwa kita satu.”
“Terima kasih karena kamu telah ada, dan semua perlindungan yang telah kamu berikan demi memperbaiki luka-lukaku di masa lalu. Jika kamu tidak menyelamatkanku mungkin aku sudah menjadi orang lain yang lebih buruk dari aku sebelumnya.” Ucapmu dengan tulus seraya menggenggam telapak tanganku dengan erat. Aku tahu kamu sedang menahan air matamu mengalir tapi tenang saja aku tidak menyesal telah mengisi hari-harimu.

Raka, saat ini aku merindukan keberadaanmu. Sudah sangat lama aku tidak bertemu denganmu. Akupun ragu apakah kamu masih mengenalku atau tidak. Terlebih jika kamu masih mengingatku. Yang aku tahu kehidupanmu semakin membaik, aku selalu berharap kamu baik-baik saja. Bersahabatlah dengan luka-lukamu di masa lalu. Tulislah kisahmu serapi mungkin untuk masa depan. Aku tahu kamu kuat. Bertahanlah, meskipun kamu memikul beban yang lebih berat dari orang lain. Raka, aku suka dengan sosokmu saat ini. Kepribadian barumu membuat semua orang nyaman akan keberadaanmu.

Terima kasih sudah membuat delusi karakterku tampak nyata dalam kisahmu.

Dari aku, sesosok kepribadian dalam penyakit Skizofrenia-mu, Raka.

0 comments:

Posting Komentar

 
Blogger Templates